Kamis, 08 Januari 2009

DUNIA KAMID

Pagi itu Kamid terbangun dari tidurnya dengan kondisi badan segar bugar. Seperti biasa dia langsung membuka jendela kamarnya yang selalu berbunyi “kriet…kriet” setiap kali di buka atau ditutup. Perasaannya agak aneh pagi itu, sebab bunyi yang mengakrabinya setiap pagi tidak terdengar lagi. Matanya terbelalak begitu menyaksikan halaman rumahnya menjadi lain dari biasanya.
Kamid mendapati halaman rumahnya berubah menjadi taman yang demikian indahnya. Taman yang sering dia lihat di sinetron tv di rumah pak RT. Halamannya begitu luas dengan rumput golf sebagai dasarnya. Sementara itu, bunga-bunga yang menghiasi pun bunga-bunga mahal. Kualitas impor lah pokoknya. Mulai dari gelombang cinta, jenmani, ephorbia hingga jajaran anggrek bulan berbunga lebar.
Kamid juga memperhatikan tanaman buah-buahan berjajar rapi di pinggir taman. Mangga harum manis meneduhi 1 set kursi taman berwarna putih bersih dengan buahnya yang bergelantungan menggoda. Batang tanaman anggur menjalar rapi di atas 2 mobil mewah di samping kolam mini yang berisi ikan koi yang berkeliaran dengan indahnya. Belum lagi buah delima yang terlihat sudah merekah tanda siap dimakan menghiasi dahan-dahannya. Kamid bertambah bingung, ada apa dengan rumahku.
Dengan rasa penasaran yang menyelimuti hati, Kamid lalu membalikkan badannya. Hampir saja dia pingsan menyaksikan ruang kamarnya bak kamar hotel bintang lima. Tempat tidur dobel dengan bed cover tebal dan kasur busa. Pelan-pelan Kamid memegangnya, empuk sekali. Di sudut kamar ada wastafel lengkap dengan handuk putih bersih menggantung rapi di sisinya. Dia berjalan menghampiri wastafel tersebut lalu cuci muka, khawatir itu semua cuma mimpi.
Puas dengan cuci muka Kamid memejamkan matanya dan membukanya pelan-pelan. Dengan harap-harap cemas dia buka matanya satu demi satu, lalu bertambah heranlah dia sebab di ujung bawah tempat tidurnya terpasang rapi sebuah tv berukuran…berapa ya, Kamid nggak ngerti ukuran tv, yang jelas jauh leih besar dari punya pak RT. Antara 4 atau 5 kali lebih besar. Kamid lalu mencoba menyalakan tv itu. Begitu menyala Kamid terbengong-bengong menyaksikan sebuah acara tv yang dia belum pernah saksikan sebelumnya. Terlihat dengan jelas adegan suami istri yang sedang berguling-guling di atas tempat tidur, dan kedua pemainnya telanjang bulat. Lalu datang seorang laki-laki masuk ke kamar tempat dua orang tersebut bercinta. Dari percakapan yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Kamid paham kalau laki-laki terakhir yang datang itu adalah suami wanita yang berguling-guling tadi. Laki-laki itu tidak tampak marah, justru meminta laki-laki yang meniduri istrinya untuk memanggil istrinya di rumah. Tidak berapa lama, datanglah istri laki-laki pertama tadi lalu diserahkan ke suami dari wanita yang telah ditidurinya. Lalu terjadilah pemandangan yang belum pernah terbayang oleh Kamid. Dua pasang suami istri saling bertukar pasangan dan melakukan adegan percintaan bersama-sama dalam satu kamar. Kamid jijik, bagi dia adegan percintaan itu hanya pantas dilakukan dengan rahasia dan hanya dengan istrinya saja.
Kamid memindah saluran tv-nya. Lagi-lagi Kamid dibuat deg-degan dengan tayangan yang tersaji di tv-nya. Dia melihat 2 orang dalam satu tempat persegi delapan dengan jeruji besi menjadi batas-batasnya. Mereka berdua saling memukul, menendang, membanting dengan sesekali terdengar teriakan kesakitan diantara keduanya. Aneh, mereka lagi apa ya..? Mestinya sesama manusia itu rukun dan selalu bersilaturahmi seperti yang selalu disampaikan oleh pak ustad beristri dua itu. Kamid jadi berkesimpulan mungkin ini yang dimaksud ustad supaya menjaga emosi dan jangan gampang marah. Jangan-jangan karena nggak gampang marah itu pak ustad bisa beristri dua. Kamid tambah jijik lalu mematikan tv-nya dan memutuskan untuk keluar kamar.
Pintu kamar dia buka dan matanya hampir copot menyaksikan perabotan yang berada di ruang tamunya. Kemana perginya kursi bambu yang penuh kutu busuk itu. Kemana perginya vas bunga tanah liat yang sudah diselotip lehernya karena berulang kali jatuh. Kemana perginya gambar lusuh pak bung Karno satu-satunya warisan ayahnya yang telah wafat 20 tahun silam. Semua telah hilang tergantikan oleh perabotan yang serba mewah.
Kamid lalu menghampiri kursi panjang warna krem, dia pegangi permukaannya. Sepertinya dari kulit, lalu dia tekan-tekan, wah sayang kalau diduduki nanti rusak. Tapi nggak apa-apa lah dicoba dulu. Lalu Kamid meletakkan pantatnya di kursi panjang itu dengan hati-hati sambil menahan napas. Wah wah wah, serasa di awang-awang, nyaman sekali. Kemudian Kamid mengangkat kakinya dan menyelonjorkannya sahingga dia rebahan di atas kursi panjang itu. Kalau bukan mimpi apa namanya ini ya?
Kamid bangun dari rebahan lalu duduk lagi dan matanya mengamati sekitar ruang tamunya. Pintu rumahnya berwarna putih setinggi 4 meteran dengan dua daun pintu yang terlihat kokoh. Di sebelah kanan pintu sebuah patung singa menghiasi ruang tamu luasnya. Di dinding menempel 1 lukisan besar bergambar dia dan istrinya mengapit Nurdin, anak semata wayangnya. Dia perhatikan lukisan itu, bagus sekali. Lalu dia eja tulisan di pojok kanan bawah lukisan itu “Long life Mr. Kamid - Indonesia” lalu ada tanda tangan dan di bawahnya masih ada beberapa huruf lagi “Picasso”. Kamid nggak ngerti arti tulisan-tulisan itu. Dia hanya tahu namanya dan nama negaranya tertulis di lukisan itu.
Di dekat pintu kecil yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang keluarga Kamid dapati beberapa guci “made in china” menghias rapi. Bagus-bagus bentuknya, namun bagi Kamid guci-guci itu bisa untuk nampung air di siang hari, sebab daerah Kamid mendapat jatah air hanya di malam hari. Itupun cuma antara jam 6 sampai jam 8, habis itu mati lagi sampai besoknya.
Kamid lalu menyadari bahwa di bawah 1 set meja kursi yang berada di ruang tamu didapatinya karpet tebal berukuran 6 X 6 meter terhampar rapi. Kamid mengingat-ingat dimana dia pernah melihat karpet setebal itu. Aha, ya ya, waktu dia kemalaman di rumah pak lurah untuk ngurus surat keterangan tidak mampu untuk keringanan biaya sekolah Nurdin. Dia numpang sholat dan dia melihat ada karpet tebal menghiasi ruang sholat rumah pak lurah. Hanya saja pak lurah waktu itu berpesan supaya sholatnya pake sajadah yang di bagian belakang saja, soalnya yang di depan, yang tebal itu milik pribadi pak lurah dan tidak boleh ditempati siapapun.
Puas memandangi kondisi ruang tamunya, Kamid yakin bahwa dia sedang tidak bermimpi. Ah memang nyaman menjadi orang kaya, semua serba enak ditempati. Kamid beranjak dari tempat duduknya dan menuju pintu depan lalu membukanya. Saat pintu terbuka Kamid kaget bukan kepalang “byur..!” Badan Kamid basah kuyub. Lamat-lamat dia dengar suara yang sangat akrab di telinganya,
“Bangun Kang, berasnya habis, gula dan kopimu udah gak ada 3 hari ini, kayu bakarnya gak cukup, Nurdin minta uang sekolah, kemarin pak kepala nagih, Kang Jamin akan menyita gubuk kita kalau sampai minggu depan kita nggak bisa lunasi utang kita. Kalau kakang molor mulu kapan kita punya duit dan bisa hidup tenang kang ?” Teriak Minah, istrinya, yang sengaja membangunkan Kamid dengan siraman 1 ember air.
“Kalau mau tenang ya tidur aja” gerutu Kamid sambil perlahan-lahan beranjak dari tempat tidur bambunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar