بِسْــــــــمِ اللَّــــــــهِ الرَّحْمَــــــــنِ الرَّحِيــــــــمِ
Dalam kondisi lingkungan yang gelap, peran lampu senter sangatlah besar. Sorot sana sorot sini, baik untuk sekedar menerangi jalan yang akan dilalui agar tidak kesandung sampai mencari sesuatu yang diperlukan di tempat gelap tersebut. Yang jelas manfaat utama dari lampu senter adalah sebagai alat bantu penerang saat kita berada dalam kondisi gelap. Sebuah tugas mulia dari lampu senter.
Berbahagialah manusia yang memiliki sikap mental seperti lampu senter. Hakikinya, seseorang dengan kejiwaan lampu senter akan merelakan sebagian energinya terpakai (bahkan terkuras habis) untuk menerangi jalan orang yang membutuhkan. De facto, hal itu sangat jarang terjadi. Satu diantara seribu bahkan sejuta. Namun tetap diadakan oleh Allah demi keseimbangan dunia.
Ribuan nama telah terukir dalam lembaran sejarah dunia sebagai orang yang berjiwa lampu senter ini. Sebutlah para nabi dan rasul jaman dulu seperti Nabi Muhammad, Nabi Isa dan juga Sidharta Gautama. Juga nama-nama manusia modern semacam Anand Krishna, Emha Ainun Nadjib, Mohammad Sobary dan masih banyak lagi nama-nama lainnya. Mereka semua secara sadar atupun tidak sadar telah menjadi tuntunan bagi orang-orang yang menjadi pengikutnya, sehingga dapat dikatakan bahwa mereka memiliki jiwa lampu senter yang menerangi ataupun mengarahkan pengikutnya ke jalan yang mereka yakini benar.
Mengapa dianalogikan dengan lampu senter ? Setidaknya terdapat empat bagian utama dalam lampu senter yang memiliki nilai filosofi. Dan masing-masing bagian bila dikaitkan dengan manusia sangat erat kaitannya. Keempatnya adalah : Rangka (badan wadak), bola lampu (pola pikir), kabel (panca indera) dan baterai (kalbu).
Badan
Rangka lampu senter bervariasi bahan dan warnanya. Hal ini senada dengan badan wadak manusia yang beraneka macam pula bahan dan warnanya. Secara garis besar rangka atau badan wadak berfungsi sebagai tempat atau wahana bagi berlangsungnya seluruh aktifitas anggota badan. Terjadi interaksi yang simultan dalam badan manusia.
Selain itu fungsi badan adalah sebagai pelindung organ-organ yang menempel padanya. Jika kita perhatikan terdapat kesamaan antara rangka lampu senter dengan badan manusia dalam hal sebagai pelindung organ. Rangka lampu senter melindungi kabe-kabel, bola lampu serta baterai yang berada di dalamnya. Sementara badan manusia melindungi organ-organ dalam dan organ-organ luarnya secara bersamaan.
Satu peran lagi yang dijalankan oleh badan kita adalah sebagai pemersatu seluruh organ yang ada di dalamnya. Demikian juga dengan rangka lampu senter. Men sana en corpore sano, begitu kalimat klasik menjelaskan pentingnya kondisi fisik yang prima dalam mendukung kesehatan jiwa manusia. Kalimat tersebut masih relevan hingga kini. Ya, tampilan fisik yang prima akan mengesankan kokohnya mental seseoarng, meskipun hal itu tidak dapat digeneralisir terhadap semua orang yang sehat badaniahnya. Artinya, tidak sedikit pula orang yang secara fisik terlihat lemah namun dikaruniai mental super baja.
Pola pikir
Banyak orang meyakini bahwa pemeran utama dalam lampu senter adalah bagian bola lampu. Namun ada jugayang berpendapat sebaliknya. Artinya, bola lampu bukanlah sebagai bagian yang paling vital dalam lampu senter. Penulis setuju dengan pernyataan kedua.
Bila diperhatikan secara seksama dan direnungkan lebih mendalam maka keberadaan bola lampu yang berfungsi sebagai alat pemancar cahaya sangat tergantung dari energi yang terkandung dalam baterai serta rangkaian kabel yang menghubungkan baterai dengan bola lampu tersebut. Dus, nyala bola lampu tersebut, mau terang atau setengah terang dan mbleret bahkan mati sangat tergantung dari primanya tenaga baterai serta lancarnya saluran yang menghubungkannya.
Lantas bagaimana pada diri manusia ? Penulis menyerupakannya dengan otak atau pola pikir manusia. Bersinarnya pola pikir yang biasa ditunjukkan dengan tingkat kecerdasan seseorang sangat tergantung dari sehatnya baterai (kalbu) dan teraturnya kabel (panca indera).
Kita bisa melihat fakta di sekitar kita bagaimana kecerdasan yang ditunjukkan oleh para kekasih Tuhan. Saat dimintai keterangan apa rahasianya sehingga pikirannya begitu encer maka jawabannya selalu mengerucut pada dua hal yaitu “jagalah hati, jangan kau kotori” dan “peliharalah matamu (dan panca inderamu) agar kau selamat”.
Mengapa hati harus selalu dijaga agar tidak kotor ? Sebab dari sanalah segala sesuatu berpangkal. Jika kita mempermaklumkan sebuah kesalahan kecil lalu mengulanginya lagi, dan lagi dan lagi, maka akumulasi dari kesalahan-kesalahan tersebut akan menjadikan kita bersikap biasa saat melakukan kesalahan. Tidak ada penyesalan dan tidak ada rasa berdosa. Akibatnya pandangan (mata hati - bashiroh) kita menjadi kabur dalam memandang sebuah persoalan, terjadi pencampur-adukan antara benar dan salah. Bukankan ini termasuk kategori kebodohan (tidak bersinarnya) pikiran kita?
Bagaimana dengan panca indera ? Kita dituntut untuk berhati-hati dalam menangkap setiap peristiwa yang terekam panca indera. Sekali salah dalam bersikap maka kebodohan akan menyelimuti kita. Taruhlah kita mempersepsikan sebuah pemandangan indah yang ditangkap oleh mata, maka berikanlah imbangan pemandangan yang sebaliknya (tidak indah) agar kita selalu ingat kepada yang menciptakan segala bentuk keindahan dan ketidakindahan itu. Sebab indah dan tidak hanyalah persepsi manusia. Segala ciptaan Tuhan adalah sempurna. Adalah kebodohan (keterbatasan) manusia yang kemudian mengkotak-kotakan mahakarya yang sempurna itu menjadi rendah nilainya.
Panca indera
Peran kabel tidak dapat dianggap remeh dalam lampu senter. Kabel merupakan wasilah (penyebab) menyalanya bola lampu seperti telah disebutkan sebelumnya. Permasalahannya adalah, Bagaimana mengelola (merencana dan mengendalikan) kabel tersebut sehingga nyala bola lampu bisa maksimal. Untuk itu diperlukan ilmu khusus yang berkaitan dengan teknis elektronika arus lemah.
Panca indera dalam diri manusia memiliki peran yang sama dengan kabel pada lampu senter. Keduanya sama-sama sebagai penghubung atau penyebab. Bedanya kalau kabel menyalakan bola lampu, sedangkan panca indera menjadi penghubung menyalanya otak (pikiran).
Mata, telinga, hidung, lidah dan kulit menjadi media penghubung antara otak dan kalbu. Contoh sederhana, saat telinga kita mendengar suara gamelan yang indah maka mekanisme dalam diri kita akan memerintahkan seluruh aktifitas badan untuk berhenti dan memperhatikan suara gamelan tadi. Begitu dirasakan di dalam hati bahwa suara gamelan tadi begitu indahnya maka akan muncul kesimpulan dalam pikiran (otak) kita dan selanjutnya memerintah seluruh anggota badan untuk selalu melakukan hal yang sama setiap kali mendengarkan suara musik gamelan.
Dari itu, panca indera yang berperan sebagai penghubung juga sekaligus sebagi filter terhadap segala hal yang akan masuk ke dalam diri kita. Diperlukan kehati-hatian dalam mengelola gerak tingkah laku panca indera. Sebab seringkali kesimpulannya salah akibat dari keinginannya yang selalu mengarah kepada hal-hal yang bersifat kesenangan sesaat dan kepuasan yang semu saja.
Qolbun
Otak bilang “aku adalah organ tubuh yang paling cerdas”
Hati menyahut “siapa yang bilang begitu padamu?“
Bicara soal baterai ingatan kita pasti langsung tertuju pada power (tenaga). Segala yang membutuhkan baterai selalu menghasilkan sesuatu sebagai transformasi dari tenaga yang tersimpan dalam baterai. Lampu senter dengan sinar bola lampunya, mobil-mobilan dengan gerakan maju mundurnya, atau kalkulator dengan hasil matematikanya. Ya, tenaga, sekali lagi tenaga.
Refleksi pada diri manusia baterai adalah kalbu, hati atau yang terdalam adalah nurani yang sejatinya bercahanya terang menyilaukan. Dalam kalbu tersimpan “rasa” yang oleh Pembuatnya diperintahkan untuk selalu mendorong manusia melakukan kebaikan sesuai dengan sifat-sifat-Nya.
Bahkan Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa dalam diri manusia terdapat satu bagian yang bila dia baik maka baik pulalah seluruh bagian yang lain, dan jika bagian itu rusak maka rusak pulalah bagian yang lain. Bagian itu adalah hati (kalbu).
Atau juga kalimat seorang bijak yang menyatakan “dosa adalah segala sesuatu yang membuat hatimu ragu”. Mengapa demikian ? Sebab pada dasarnya cetakan hati manusia itu seratus persen berisi kebaikan, sehingga saat hati diliputi keraguan saja sudah mewakili kemungkinan dosa yang akan dibuat. Dan yang perlu diingat, hati tidak pernah keliru, yang sering keliru adalah panca indera (pada lampu senter yang sering bikin bola lampunya tidak menyala adalah kabelnya korsleting atau kabelnya putus !).
Seperti juga baterai yang bisa kehabisan power, demikian juga dengan kalbu. Kalbu yang sudah mulai melemah tidak akan mampu memberikan tenaga yang cukup untuk menyalakan pikiran yang terang dan jernih, tidak akan cukup untuk menerangi jalan yang akan dilalui. Sehingga dengan kalbu yang mbleret, besar kemungkinan kita akan salah jalan, tersesat bahkan masuk jurang. Lalu, bagaimana mengatasinya?
Kalau cara tradisional baterai yang soak bisa bertenaga lagi dengan dijemur di bawah terik matahari. Kalbu yang soak juga demikian, jemur saja di bawah matahari (dalam hal ini matahari bisa diartikan sebagai orang yang berilmu tauhid, bisa kyai, ustad, pendeta, bikhu atau orang suci lainnya). Terima dan serap energi yang dipancarkan oleh mereka yang suci itu agar tenaga kalbu kita pulih sehingga dapat menyalakan kembali bola pikir kita.
Sinergi
Yang diperlukan agar lampu senter menyala dengan baik dan tahan lama adalah sinergi dari keempat unsur yang telah dijabarkan di atas. Tidak ada yang paling penting ataupun tidak penting dari keempatnya. Keempatnya saling membutuhkan dan bila salah satu tidak ada atau tidak sempurna kondisinya maka kualitas lampu senter secara otomatis terpengaruh atau bahkan mati.
Demikian juga dengan manusia. Harus tercipta sebuah keseimbangan antara badan wadak, panca indera, otak dan kalbu. Kita harus adil mengelola keempat unsur tersebut. Jangan sampai hanya memfokuskan perhatian kita pada salah satu unsur saja yang dapat berakibat pada menurunnya derajat kemanusiaan kita.
Wallahu a’lam
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
katur dumateng mbah Taman,
menawi kathah ingkang dereng pas
kawula namung dul kamid ingkang
sarwa fakir,
nuwun,
malang, 19 agustus 2007
02:15 wib
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Super sekali. Terima kasih atas pencerahannya Min.
BalasHapusSubhanalloh...
BalasHapus